Wednesday, March 29, 2017

Membaca Sensitivitas Iman

Dikirim oleh Eyang Budi
artikel, renungan




Ilustrasi foto oleh Yamin Hasibuan



MEMBACA SENSIVITAS IMAN
(KH. A. Mustain Syafii)

يآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لَاتَتَّخِذُوْا بِطَانَةً مِنْ دُوْنِكُمْ لَايَأْلُوْنَكُمْ خَبَالاً. وَدُّوْا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَآءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِيْ صُدُوْرُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُوْنَ.
(QS. ALI IMRON: 118)

Katak, jika langsung dimasukkan ke dalam air mendidih maka dia langsung melompat sekeras-kerasnya. Sebisa-bisanya menghindar dari air mendidih itu meskipun dengan kulit yang lecet dan dia selamat. Tetapi jika anda memasukkan katak ke dalam air dingin, panci diisi dengan air dingin dan katak ditaruh disitu, lalu ditaruh di atas kompor dan dipanaskan perlahan-lahan. Maka katak tersebut tidak akan terasa apa-apa, semakin panas pun semakin tidak terasa dan enjoy saja. Sampai suhu 100 derajat pun katak tidak bereaksi, dan tiba-tiba dia mati.

Itulah sunnatullah, hukum alam yang telah diberikan Allah agar umat Islam bisa mengambil pelajaran. Muslim yang menjaga keagamaannya, tidak seluruhnya mempunyai sensitifitas. Seorang beriman belum tentu mempunyai refleksi yang kuat terhadap hal-hal yang menggerogoti keimanannya. Ada yang sangat cerdas mengambil pelajaran, dan ada yang tidak bisa mengambil pelajaran. Tidak sensitif terhadap perubahan.

Kulit katak tidak mempunyai sensitifas terhadap perubahan lingkungan, maka dia enjoy saja dan pada akhirnya akan mati tidak ada kesempatan untuk lari. Itulah perumpamaan seorang muslim yang tidak mempunyai sensitifitas. Bergaya sok toleransi tanpa ada batasan, kewaspadaan, dan sikap hati-hati. Apakah dengan bersikap toleransi mesti menjadi bagus.

Saya sering mendengar bahwa dakwah itu merangkul dan “bukan memukul”. Itu betul. Persoalannya, bagaimana jika orang yang dirangkul itu memukul. Anda bisa menjawab, dirangkul lagi. Bagaimana jika dia memukul semakin keras. Silahkan jawab, dirangkul lagi. Bagaimana jika dia menyembelih anda, anda tidak bisa menjawab karena anda sudah mati. Maka jangan sampai keimanan kita seperti katak yang tidak mempunyai sensitivitas.

Ayat yang kami baca tadi, membahasakan khutbah yang terdahulu bahwa orang non-muslim termasuk orang Yahudi dan orang Kristiani. Surah Ali Imran 118 ini mengingatkan, “jauhilah mereka”. Karena mereka itu salah satu sifatnya waddu ma ‘anittum. Berminat sekali untuk merusak dan merepotkan kalian. Kedua, qod badati al baghdo u min afwahihim. Dari mulutnya, korannya, televisinya, websitenya, tweetnya, dan lain-lain menunjukkan kebencian.
Tapi itu tidak seberapa, Allah mengingatkan jangan hanya memandang disitu saja. Wa ma tukhfi shuduruhum akbar, mereka itu non-muslim, masih menyimpan progam-progam yang lebih jahat lagi. Yang belum dikeluarkan, yang masih dirahasiakan. Akan ada progam lagi yang membantai kalian habis.

►   Meraih Predikat Taqwa

Peringatan ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman, yang mau menggunakan otaknya. Karena tidak semua orang beriman itu mau ta’qilun menggunakan akal warasnya.
Dalam al-Quran tidak pernah disebut aql. Yang disebut justru fi’il-nya ya’qilun, ta’qilun, dengan bentuk fi’il yang umumnya mudlori’ bentuk kontinuitas. Khutbah ini sebagai peringatan agar kita betul-betul mampu merefleksikan terhadap gejolak dan tindakan non-muslim hari ini.

Terkait situasi sekarang, persoalannya bukan sekedar fokus Pilkada di DKI. Melainkan sebuah sampel untuk diambil peringatan bagi seluruh umat Islam. Disini harus diakui, sebodoh-bodoh orang pasti tahu ternyata Allah tidak pernah memejamkan mata. Tidak pernah tidur. Allah mempunyai trik-trik tersendiri dimana dulu lisan diplesetkan. Dan sekarang dipersidangan pun lisan diplesetkan lagi. Sehingga dunia menjadi tahu.

“Orang” yang dulu dielukan dan didalilkan oleh sebagian kyai di kalangan NU. “Orang” yang dulu dielukan dianggap representatif untuk memimpin sebuah daerah. Sekarang, Tuhan menyingkap tabir mereka dengan wa ma tukhfi shuduruhum akbar. Bagaimana tokoh seorang kiai yang menjadi simbol besar partai keagamaan sekaligus Majelis Ulama Indonesia, begitu saja diremehkan dan dianggap berbohong. Persoalannya, “Siapa yang memlesetkan lidah itu”.

Saya orang beriman, menjawab “Allah”. Silahkan mereka di-back up oleh pemerintah, oleh siapa saja. Wa makaruu. Dengan dlomir jama’ yang menunjukkan sebuah komunitas. Memang pemerintah selalu berkata, “Jujur, mengayomi rakyat, dan tidak pilih kasih dan lain-lain”. Tapi rakyat Indonesia, khususnya umat muslimin punya rasa sendiri. Bahwa pemerintah kurang fair dalam menyikapi rakyatnya sendiri. Dimana hal-hal yang berbau Islam dan nampak keislaman selalu dipersoalkan dan dipermasalahkan.

Untuk itu, kami disini murni sebagai khatib mengingatkan bahwa pemilihan kepala daerah itu adalah bagian dari agama dan keimanan. Saya sangat bimbang, ada gus, ustad, dan kiai yang menganggap muslim yang tidak memilih non-muslim adalah intoleran. Sekarang kita coba berpikir, suara pemilih itu cuma satu tidak bisa dibagi. Jika seorang muslim memilih pemimpin seorang muslim, itu diwajibkan agama dan dibenarkan oleh demokrasi. Itu pun punya komitmen toleransi yang tinggi terhadap sesama muslim, itu namanya ukhuwah Islamiyyah. Tapi jika suara muslim itu diberikan kepada calon non-muslim, atas nama toleransi terhadap non-muslim itu artinya dia lebih suka bertoleransi kepada non-muslim sekaligus tidak toleransi kepada sesame muslim. Mana yang lebih berat dosanya di sini.
Semoga bermanfaat.

****

Sedikit elaborasi oleh Yamin Hasibuan,

Parable of boiled frog tulisan Piter Senge dalam bukunya the Fifth Discipline, sangat terkenal dalam ilmu management. Saya mendapat pelajaran ini sewaktu mengukuti SPAMEN.

Pengetahuan inilah yg dikembangkan oleh grup yg ingin menghancurkan Islam atau strategi pejajahan modern. Dulu dipakai strategi adu domba, sekarang mereka tambah dengan merangkul tetapi menggrogoti pelan-pelan dengan 'ilmu kodok' di atas.

Di Indonesia stategi ini sangat jelas ada dikembangkan oleh orang yg anti Isalam, tapi sebagian orang Islam tidak tahu hal itu.

Dimuali dengan toleransi beragama
.
Kedengarannya sangat indah dan mendasar bagi Indonesia yg multi agama dan kepercayaan.
Secara perlahann-lahan Islam itu dibelokkan dan sebagian besar umat Islam Indonesia tidak merasakan (persis seperti kodok yg direbus pelan-pelan di atas). Tapi kalau orang Muslim yang sensitif, bisa menerima toleransi dan itu memang ajaran Islam, tetapi harus berpedoman kepada Al Quran dan Hadits. Pedoman toleransi jelas ada dalam surat Al Kafirun..... bagimu agamamu bagiku agamaku. Jadi tidak mencampuradukkan yang hak dan yang bathil.

Contoh:

Adanya kepanitiaan Natal Bersama.

Bagi orang yg tidak tahu 'ilmu kodok' tadi, mereka mendukung mati-matian, penciteraan Indonesia yang berdasar Pancasila. Bahkan yg tidak mendukung dikatakan intolerant, anti kebinekaan.

Perhatikan pelaksanaannya: Ada acara Azan yg digabung dengan nyanyian Ave Maria.
Ada ustad yg beri ceramah di gereja. Ada orang-orang muslim yg ikut acara bersama di gereja. Ada orang kafir yang masuk kepesantren yg dielu-elukan seperti kiayai, tangannya diciumi oleh santri.

Kalau ini berlangsung terus.... generasi yg akan datang menganngap semua agama sama dan boleh menggabung-gabungkan ritualnya..... lama-lama Islam akan mati seperti kodok direbus di atas.

Islam Nusantara

Siapa penggasnya saya tidak tahu. Yang jelas dukungan dari Departemen Agama ada, tanpa dukungan Menterinya pasti tidak bisa diputuskan dan disosialisasikan. Sebagian masyarakat lansung mendukung dengan dalih demi persatuan dan NKRI harga mati. 

Bila dikaji lebih dalam, ide ini sama dengan strategi 'ilmu kodok' , secara pelan-pelan ummat Islam digrogoti aqidahnya....mari kita lihat pelaksanaannya:
Adanya pembacaan Al Quran di Istana dengan langgam jawa. Di masa depan bisa terjadi kebebasan langgam apa saja untuk baca Al Quran termasuk seperti dangdut rock dll.
Dihembuskan adanya Islam yg ke Arab-araban, sehingga tercipta anti Arab. Di masa depan bisa saja terjadi bacaan shalat tidak perlu bahasa Arab. Muslim yg berpakaian menurut Syariat Islam dikatagorikan ke Arab-araban dan akan dibenci. 'Islam Nusantara tidak harus menjadi orang Arab' .... ini adalah salah satu jargon yang muncul.

Maunya Islam Nusantara itu disesuaikan dengan budaya Indonesia. Kalau Islam Nusantara ini berkembang terus, bisa jadi di masa depan Syariat Islam akan memudar dan lama-lama mati seperti 'kodok direbus' di atas.

Bagi muslim yang kuat imannya, jelas tidak akan mau menerima Islam Nusantara. Islam hanya ada satu di dunia ini yaitu Islam yang berpedoman kepada Quran dan Hadits. Anehnya bagi yang setuju Islam Nusantara, langsung mengembuskan dan memasukkan golongan berpedoman Quran dan Hadits ini kepada Islam fanatik, haluan keras dll.

(Mari kita rujuk kepada peristiwa alam kubur. Pertanyaan Malaikat: Siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Siapa Nabimu?) Untuk orang Indonesia yang mengaku Islam Nusantara, akankah ia jawab....agamaku adalah Islam Nusantara,....hahahaha!!!). Pada hal sudah jelas jawaban yang benar adalah agamaku Islam itu saja).




Di bidang Sosial

Satu contoh:

Saya pernah dapat undangan resepsi pernikahan anak teman dekat yang beragama Nasrani. Karena teman dekat dan menunjukkan tolensi, saya dan istri saya menghadiri resepsi pernikahan itu. Resepsi sangat megah... kami masuk kemudian penerima tamu mengarahkan: Bapak termasuk yang bisa makan babi atau makanan Islam? Kami jawab kami Islam.... lantas kami diarahkan ke kanan. Sambil berjalan kami menoleh kekiri.... astagfirullah kami melihat 2 kepala babi guling dipamerkan sbg lambang pesta itu menurut adat adalah pesta terhormat dan besar. Alhamdulillah, kami masih sensitif, istri saya dan saya langsung mau muntah.....dan terus pulang tanpa makan. Bagi teman2 muslim lain mungkin bisa mentolerarir, langsung aja menyantap hidangan Islam yg tidak berjauhan tempatnya dengan kepala babi.

Kalau tingkat toleransi pesta seperti ini berjalan terus, tidak mustahil pada generai yg akan datang, makanan sudah berbaur, minuman alkohol dan non alkohon ada pada tempat yg sama... tinggal pilih menurut selera.

Di bidang Budaya.

Begitu besarnya pengaruh budaya Barat masuk ke Indonesia, dengan strategi modernisasi 'ilmu kodok'...budaya Indoneisa akan runtuh kl tidak dikatakan mati seperti kodok tadi.
Indonesia dijejali dengan berita-berita masmedia, TV, Filem dll yang jelas-jelas berkiblat ke Budaya Barat. Bagi orang yg tidak kuat iman Islamnya, maka dg enak saja menyerap budaya itu sekalipun bertentangan dengan Syariat Islam. Perhatikan bagaimana sebagian orang Muslim yg sudah banyak meninggalkan shalat, berhura-hura pesta tahun baru, pesta valentine day, bermaksiat, injoy-enjoy aja mengikuti cara hidup orang Barat untuk menunjukan kelasnya sebagai orang modern. Disisi lain, muslim yang beriman mengikuti Syariat Islam mereka anggap ketinggalan zaman. Begitulah seterusnya, bahkan dalam memilih pemimpim pun mereka tidak perlu mempertimbang agama calon pemimpin mereka. Sekarang ada ungkapan Al Maidah 51 sudah expired jadi tidak sesuai sebagai pedoman orang muslim untuk memilih calan pemimpinnya.

Ala mak... begitu hebatnya strategi berdasarakan ilmu kodok...'parable of boiled frog'.

Bagi muslim yang membaca artikel ini, bila dianggap bermanfaat, tolong disebarkan.